NPM : 14212739
KELAS : 3EA18
Tugas 1 : teori tentang penalaran dan kaitannya dengan bahasa indonesia
PENGERTIAN PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi –
proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Ada dua
jenis metode dalam menalar yaitu deduktif dan induktif.
B. PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran
Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa
prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang
bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan
deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum,
menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses
pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil
atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit. Contoh : Masyarakat
Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah
kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media
hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial
dan penanda status social.
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
1. Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan
(konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya,
konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan taklangsung.
Misalnya:
1) Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
2) Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
3) Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
4) Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
5) Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
2. Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Penalaran
deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan
dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah
simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan
premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk
menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu
premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuanyang semua orang
sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah
dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon
kelapa berakar serabut.
Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut.
a. Silogisme Kategorial
Yang
dimaksud dengan kategorial adalah silogisme yang terjadi dari tiga
proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan
simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayordan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah bijaksana.
Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk
menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara
premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas
ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak
terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak
dapat diambil.
Contoh:
Semua manusia tidak bijaksana.
Semua kera bukan manusia.
Jadi, (tidak ada kesimpulan).
Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
a) Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
Semua atlet harus giat berlatih.
Xantipe adalah seorang atlet.
Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor = Xantipe.
Term minor = harus giat berlatih.
Term penengah = atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam
premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dan
dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik
kesimpulan.
b) Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
c) Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d) Bilah salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai.
Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e) Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh:
f) Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g) Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
h) Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis.
Kalau
premis minornya membernarkan anteseden, simpulannya membenarkan
konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulan juga
menolak konsekuen.
Contoh:
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.
c. Silogisme Alterntif
Silogisme
alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa
proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu
alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang profesor.
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang profesor.
d. Entimen
Sebenarnya
silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak
mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara
umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
Semua sarjana adalah orang cerdas.
Ali adalah seorang sarjana.
Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.
C. PENALARAN INDUKTIF
Penalaran
induktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa
prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta – fakta yang
bersifat khusus, prosesnya disebut Induksi. Penalaran induktif tekait
dengan empirisme. Secara impirisme, ilmu memisahkan antara semua
pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara
empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara.
Penalaran induktif ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu
penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku umum.
Contoh
: Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering
sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta
peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya
pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang
anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah
di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih
duduk di bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut.
1. Generalisasi
Generalisasi
ialah proses penalaranyang megandalkan beberapa pernyataan yang
mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum.
Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan
sekolah A pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa
data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
benar atau tidak benarnya dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal berikut.
1) Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin benar simpulan yang diperoleh.
2) Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang benar.
3) Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.
a. Macam – macam generalisasi
· 1) Generalisasi sempurna
Adalah
generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penimpulan
diselidiki. Generalisasi macam ini memberikan kesimpilan amat kuat dan
tidak dapat diserang. Tetapi tetap saja yang belum diselidiki.
· 2) Generalisasi tidak sempurana
Adalah
generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkakn
kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.
2. Analogi
Analogi adalah cara penarikan penalaran secara membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh:
Nina adalah lulusan akademi A.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1) Analogi dilakukan untuk meramalkan sesuatu.
2) Analogi diakukan untuk menyingkapkan kekeliruan.
3) Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
3. Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antarmasalah, yaitu sebagai berikut.
a. Sebab-Akibat
Sebab-akibat
ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini dapat pula
berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu
peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam
kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran
seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat
pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata.
Kalau kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari batangnya, kita akan
memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu
ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari
anak-anak. Pastilah sakah satu kemungkinana itu yang menjadi
penyebabnya.
Andaikata angin tiba-tiba bertiup. (A), dan hujan
yang tiba-tiba turun. (B), ternyata tidak sebuah manggapun yang jatuh.
(E), tentu kita dapat menyimpulkan bahwa jatuhnya mangga itu disebabkan
oleh lemparan anak-anak. (C).
Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut.
Angin hujan lemparan mangga jatuh
(A) (B) ( C) (E)
Angin hujan mangga tidak jatuh
(A) (B) (E)
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh.
(C) (E)
Pola-pola
seperti terjadi jika dua kasus atau lebih dalam satu gejala mempunyai
satu dan hanya satu kondisi yang dapat mengakibatkan sesuatu, kondisi
itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu tersebut.[1]
Teh, gula, garam, menyebabkan kedatangan semut
(P) (Q) (R) (Y)
Gula, lada, bawang, menyebabkan kedatangan semut
(Q) (S) (U) (Y)
Jadi, gula menyebabkan ketadangan semut
(Q) (Y)
b. Akibat-Sebab
Akibat-Sebab
ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi kedokter. Ke
dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan
entimen. Akan tetapi, dalam penalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa
sebab merupakan simpulan.
c. Akibat-Akibat
Akibat-akibat
adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat”
langsung disimpulkan pada suatu “akibat” yang lain. Contohnya adalah
sebagai berikut.
Ketika pulang dari pasar, Ibu Sonya melihat
tanah di halamannya becek. Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran
di belakang rumahnya pasti basah.
Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan. Pola itu dapat dilihat seperti berikut ini.
Hujan menyebabkan tanah becek
(A) (B)
Hujan menyebabkan kain jemuran basah
(A) (C)
Dalam
proses penalaran “akibat-akibat”, peristiwa tanah becek (B) merupakan
data, dan peristitwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan
Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.
(B) (C)
[1] metode agreement. E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai. Cermat Bahasa Indonesia. Hal 169. Jakarta: 2006
KESIMPULAN
Dari
berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam
prosesnya ada 2 macam yaitu penalaran Deduktif dan penalaran Induktif.
Penalaran
Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang
khusus.
Penalaran Induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Sumber :
http://www.mahapekabanten.org/blog-203-makalah-bahasa-indonesia-penalaran-induktif-dan-penalaran-deduktif.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar